PADAMU JUA
Amir Hamzah
Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu
Kaulah kandil kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia selalu
Satu kekasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa
Di mana Engkau
Rupa tiada
Suara sayu
Hanya kata merangkai hati
Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas
Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
Kasihmu sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu – bukan giliranku
Mati hari – bukan kawanku …..
1.
KRAWANG-BEKASI
Oleh :
Chairil Anwar
Kami yang kini terbaring antara
Krawang-Bekasi
tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi.
tidak bisa teriak merdeka dan angkat senjata lagi.
Tapi siapakah yang tidak lagi mendengar deru kami,
terbayang kami maju dan berdegap hati ?
terbayang kami maju dan berdegap hati ?
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kami mati muda yang tinggal tulang diliputi debu.
Kenang, kenanglah kami.
Kami sudah coba apa yang kami bisa
Tapi kerja belum selesai, belum bisa memperhitungkan arti 4-5 ribu nyawa
Kami cuma tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Tapi adalah kepunyaanmu
Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan
Atau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan kemenangan dan harapan
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
atau tidak untuk apa-apa,
Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata
Kaulah sekarang yang berkata
Kami bicara padamu dalam hening di malam sepi
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Jika dada rasa hampa dan jam dinding yang berdetak
Kenang, kenanglah kami
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Teruskan, teruskan jiwa kami
Menjaga Bung Karno
menjaga Bung Hatta
menjaga Bung Sjahrir
Kami sekarang mayat
Berikan kami arti
Berjagalah terus di garis batas pernyataan dan impian
Kenang, kenanglah kami
yang tinggal tulang-tulang diliputi debu
Beribu kami terbaring antara Krawang-Bekasi
2.
PAHLAWAN TAK DIKENAL
Toto Sudarto Bachtiar
Toto Sudarto Bachtiar
Sepuluh tahun yang lalu dia
terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah lubang peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata, kita sedang perang
Dia tidak ingat bilamana dia datang
Kedua lengannya memeluk senapan
Dia tidak tahu untuk siapa dia datang
Kemudian dia terbaring, tapi bukan tidur sayang
Wajah sunyi setengah tengadah
Menangkap sepi padang senja
Dunia tambah beku di tengah derap dan suara menderu
Dia masih sangat muda
Hari itu 10 November, hujan pun mulai turun
Orang-orang ingin kembali memandangnya
Sambil merangkai karangan bunga
Tapi yang nampak, wajah-wajahnya sendiri yang tak dikenalnya
Sepuluh tahun yang lalu dia terbaring
Tetapi bukan tidur, sayang
Sebuah peluru bundar di dadanya
Senyum bekunya mau berkata : aku sangat muda
3.
SAJAK BUAT NEGARAKU
Kriapur
di tubuh semesta tercinta
buku-buku negeriku tersimpan
setiap gunung-gunung dan batu-batunya
padang-padang dan hutan
semua punya suara
semua terhampar biru di bawah langitnya
tapi hujan selalu tertahan dalam topan
hingga bintang-bintang liar
mengembara dan terjaga di setiap tikungan
kota-kota
di antara gebalau dan keramaian tak bertuan
pada hari-hari sebelum catatan berakhir
musim telah merontokkan daun-daun
semua akan menangis
buku-buku negeriku tersimpan
setiap gunung-gunung dan batu-batunya
padang-padang dan hutan
semua punya suara
semua terhampar biru di bawah langitnya
tapi hujan selalu tertahan dalam topan
hingga bintang-bintang liar
mengembara dan terjaga di setiap tikungan
kota-kota
di antara gebalau dan keramaian tak bertuan
pada hari-hari sebelum catatan berakhir
musim telah merontokkan daun-daun
semua akan menangis
semua akan menangis
laut akan berteriak dengan gemuruhnya
rumput akan mencambuk dengan desaunya
siang akan meledak dengan mataharinya
dan musik-musik dari kuburan
akan bangkit
semua akan bersujud
berhenti untuk keheningan
pada yang bernama keheningan
semua akan berlabuh
laut akan berteriak dengan gemuruhnya
rumput akan mencambuk dengan desaunya
siang akan meledak dengan mataharinya
dan musik-musik dari kuburan
akan bangkit
semua akan bersujud
berhenti untuk keheningan
pada yang bernama keheningan
semua akan berlabuh
bangsaku, bangsa dari segala
bangsa
rakyatku siap dengan tombaknya
siap dengan kapaknya
bayi-bayi memiliki pisau di mulut
tapi aku hanya siap dengan puisi
dengan puisi bulan tergoncang
menetes darah hitam dari luka lama
rakyatku siap dengan tombaknya
siap dengan kapaknya
bayi-bayi memiliki pisau di mulut
tapi aku hanya siap dengan puisi
dengan puisi bulan tergoncang
menetes darah hitam dari luka lama
4.
TUHAN, KITA BEGITU DEKAT
Abdul Hadi Widji
Muthari
Tuhan
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
kini aku nyala
pada lampu padammu
Kita begitu dekat
Sebagai api dengan panas
Aku panas dalam apimu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti kain dengan kapas
Aku kapas dalam kainmu
Tuhan
Kita begitu dekat
Seperti angin dan arahnya
Kita begitu dekat
Dalam gelap
kini aku nyala
pada lampu padammu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar